Monday, August 18, 2008

Hanim

0

Hanim gadis muda jelita, usianya baru sembilan belas tahun, hidup bersama ibu dan ayah tirinya. Ayah kandungnya telah meninggal dunia lapan tahun yang lalu. Rupanya ayah tirinya yang baru berusia tiga puluh enam tahun itu, telah lama menaruh rasa untuk merasmikan dara Hanim yang masih segar itu. Ayah tiri Hanim meneguk air liur setiap menyaksikan pinggang, bontot dan pantat Hanim yang indah dan seksi, apalagi bila Hanim sedang baring di atas lantai dengan pakaian seadanya. Daud memandang dengan ghairah. Timbullah hasratnya untuk menyaksikan tubuh anak tirinya yang cantik tanpa pakaian.

Daud mendapat akal, suatu hari ketika Hanim dan ibunya sedang keluar rumah, Daud bekerja keras membuat lubang di dinding bilik mandi yang hanya dibuat dari papan.Suatu hari ketika Hanim hendak pergi mandi Daud bersiap menunggu sambil mengintip dari lubang bilik mandi yang telah dibuatnya, Hanim memasuki kamar mandi dengan hanya mengenakan kain tuala di tubuhnya, setelah mengunci pintu kamar mandi dengan tanpa ragu Hanim melepaskan tualanya, Daud menelan liurnya menyaksikan pemandangan indah yang terpampang di depan matanya, pemandangan indah yang berasal dari tubuh indah anak tirinya, tubuh yang begitu sekal padat dan ramping itu membuat gairah Daud bergejolak, apalagi sepasang payudara yang begitu tegang dengan sepasang puting susu berwarna merah jambu menghias indah di puncak payudara yang tegang itu, mata Daud memandang ke arah celah kangkang Hanim kelihatan bulu-bulu halus indah menghias di sekitar belahan pantat Hanim yang tembam.

Semua itu membuat dada Daud bergetar menahan nafsu, membuatnya semakin bernafsu ingin menikmati keindahan yang sedang terpampang di depan matanya. Daud tahu Hanim sering keluar dari biliknya pada malam hari untuk mencuci muka sebelum tidur. Pada malam berikutnya, Daud dengan sabar menunggu. Semasa Hanim masuk ke bilik mandi, Daud dengan senyap masuk ke bilik Hanim. Daud menunggu dengan jantung berdebar keras, Hanim masuk kembali ke dalam biliknya dan mengunci pintu Daud muncul dari belakang almari, Hanim terkejut, mulutnya ternganga, dengan pantas Daud meletakkan jari telunjuk ke mulutnya, isyarat agar Hanim jangan berteriak, Hanim undur beberapa langkah dengan perasaan takut. Daud bergerak ke arahnya dan tiba-tiba Hanim ingin menjerit, tetapi Daud dengan cepat menutup mulutnya. "Jangan menjerit!", Daud mengancam. Hanim semakin ketakutan, badannya gemetar. Daud memeluk gadis yang masih murni itu, menciumi bibirnya bertubi-tubi. Hanim terengah-engah. "Jangan takut, nanti kuberikan duit", kata Daud dengan nafas menggebu-gebu.

Bibir Hanim terus diciumi, gadis itu memejamkan matanya, merasakan nikmat, dengan mulut terbuka. Tanpa sadar, rontaan Hanim mulai lemah, bahkan kedua lengannya memanggut bahu Daud. Sekilas terbayang adegan di buku lucah yang pernah dilihatnya.Alangkah gembiranya Daud ketika Hanim mulai membalas ciuman-ciumanya . "Pak, Pak jangan...!", Walaupun mulutnya berkata jangan, tetapi Hanim tidak menentang apabila gaunnya di lepas. Dalam sekelip mata, Hanim hanya mengenakan coli dan seluar dalam saja, itupun tidak bertahan lama. Daud membuka bajunya sendiri. Hanim melarikan diri ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut, Hanim menghadap dinding, menunggu dengan dada bergetar, di hatinya terjadi pertentangan antara nafsu dan keinginan untuk mempertahankan kehormatannya, namun nafsulah yang menang. Selimut yang menutupi tubuh ditarik, Hanim dipeluk dari belakang dan dirasakannya hangatnya batang pelir Daud menunjal dan menggesek-gesek di belahan bontotnya, Hanim menggigil.Dengan bernafsu Daud menciumi tengkuk Hanim, gadis itu menggelinjang-gelinjang, rasa nikmat menyelusup ke dalam diriya.
Daud membalikkan tubuh Hanim hingga telentang, gadis itu meronta hendak melepaskan diri, Daud menindihnya, tangannya meraba-raba benjolan buah dada Hanim. Dada yang mengkal dan montok, yang selama beberapa hari ini mengisi khayalan Daud. Kembali rontaan-rontaan Hanim melemah, dirasakannya kenikmatan pada buah dadanya, yang diciumi Daud dengan berganti-ganti. Dada yang kenyal dan masih segar itu bergetar-getar, Daud membuka mulutnya dan menghisap putingnya yang merah jambu. Hanim menjerit lemah dan terus tenggelam dalam erangan kenikmatan. "Pak, mm.., mm.., ja..ngan ssshh mmphh..., sshh..".Akhirnya Hanim tidak lagi memberontak, dibiarkannya payudara kiri dan kanannya dijilati dan dihisap oleh Daud. Aroma harum yang terpancar dari tubuh gadis itu benar-benar menyegarkan, membuat rangsangan berahi Daud semakin naik. Kedua bukit indah Hanim semakin mengeras dan membesar, puting yang belum pernah dihisap oleh sesiapa itu kian indah menawan, Daud terus mengulum dan mengulumnya terus."Pak, Saya.., takuut", Suara Hanim mendesah lembut."Jangan takut, tidak apa-apa..", dengan napas memburu."Ibu, pak. Nanti ibu bangun.., sshh.., aah.."."aakh.., ibumu tidak akan bangun sampai besok pagi, dia sudah aku beri ubat tidur".

Hanim mulai mendesah lebih bergairah ketika tangan Daud mulai bermain di bukit pantatnya yang membengkak. Daud menekan-nekan bukit indah itu. "Pantat Hanim tembam sungguh", bisik Daud sambil berkali-kali meneguk air liurnya, tangan Daud menguak belahan pantat. Hanim yang pada mulanya mengatupkan pahanya rapat-rapat kini mulai mengendurkannya. Sentuhan-sentuhan tangan Daud yang romantis mendatangkan rasa nikmat bukan kepalang apalagi batang pelir lelaki yang tegak itu, menggesek-gesek hangat di paha Hanim dan berdenyut-denyut. Sebenarnya Hanim ingin sekali menggenggam batang pelir yang besarnya luar tembam itu.Sementara itu Daud menggosok-gosokkan tangannya ke pantat yang ditumbuhi rambut halus yang baru merintis indah menghiasi bukit itu. "Sssssh..., mmh..., sssh..., aakh..", Mata Hanim mengeliat-ngeliat dan pahanya pun dibuka. Daud menggesek-gesekkan kepala pelirnya di bibir pantat Hanim yang masih rapat walau sudah dikangkangkan. Secara naluriah Hanim menggenggam batang pelir Daud, ia merasa malu, keduanya saling berpandangan, Hanim malu sekali dan akan menarik kembali tangannya tetapi dicegah oleh Daud, sambil tersenyum, Ayah tiri yang telah dirasuk nafsu itu berkata, "Tidak apa-apa, Hanim! Genggamlah sayang, berbuatlah sesuka hatimu!".

Dan dengan dada berdegup Hanim tetap menggenggam batang pelir yang keras itu. Daud memejam mata menikmati belaian dan ramasan lembut pada batang pelirnya. Sementara itu tangan Daud mulai menjelajahi bahagian dalam pantat Hanim, gadis itu menjerit kecil berkali-kali. Bahagian dalam pantatnya telah basah dan licin, hujung jari Daud menyentuh-nyentuh kelentit Hanim. Hanim menggelinjang-gelinjang."Bagaimana Hanim?", tanya Daud."Sedap..., Paak!", Jawab Hanim.Daud semangkin rakus menggentel biji kelentit Hanim dengan jari tangannya. Lalu Daud menundukkan kepalanya ke arah celah kangkang Hanim. Dipandanginya belahan pantat yang begitu indahnya, menampakkan bahagian dalamnya yang kemerahan dan licin. Daud menguakkan bibir-bibir pantat itu, maka kelihatanlah kelentitnya dari balik bibir pantat Hanim, Daud tidak dapat menahan dirinya lagi, diciumnya kelentit Hanim dengan penuh nafsu. Hanim menjerit kecil."Kenapa Hanim? Sakit?", tanya Daud. Mariana menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kakinya.

Dengan bernafsu Daud menjilati pantat Hanim dan lidahnya menerobos menjilat lubang pantat Hanim, menggentel dan membelai kelentitnya. Hanim semakin tidak tahan menerima gempuran lidah Daud, tiba-tiba dirasakannya dinding pantatnya berdenyut-denyut serta seluruh tubuhnya terasa menegang dan bersamaan dengan itu ia merasakan sesuatu seperti akan menyembur dari bahagian pantatnya yang paling dalam."aakh..., uuggh..., Paakk..", Hanim mendesah seiring menyemburnya air mani dari dasar lubuk pantatnya. Sementara Daud tetap menjilati pantat Hanim bahkan Daud menghisap cairan yang licin dan kental yang menyembur dari pantat Hanim yang masih suci itu, dan menelannya."Sungguh nikmat air manimu Hanim", bisik Daud mesra di telinga Hanim. Sementara Hanim memandang dengan nafsu ke arah Daud, dan Daud mengerti apa yang diingini gadis itu, kerana diapun sudah tidak tahan seperti Hanim. Batang pelir Daud sudah keras menegang. Besar dan sangat panjang. Sedangkan pantat Hanim sudah berdenyut-denyut meminta pelir Daud yang besar menjelajahinya.
Maka Daud pun mengatur posisinya di atas tubuh Hanim. Mata Hanim terpejam, menantikan saat-saat mendebarkan itu. Batang pelir Daud mulai menggesek dari sudut ke sudut, menyentuh kelentit Hanim. Hanim memeluk dan membalas mencium bibir ayah tirinya bertubi-tubi. Dan akhirnya topi baja Daud mulai mencapai mulut lubang pantat Hanim yang masih liat dan sempit. Dan Daudpun menekan pantatnya. Hanim menjerit. Bagaikan kesetanan ia memeluk dengan kuat. Tubuhnya menggigil."Paak, oukh.., akh..., aakh..., ooough..., sakit Pak..", Hanim merintih-rintih, pecahlah sudah selaput daranya. Sedangkan Daud tidak menghiraukanya ia terus saja menyodokkan seluruh batang pelirnya dengan perlahan dan menariknya dengan perlahan pula, ini dilakukannya berulang kali. Sementara Hanim mulai merasakan kenikmatan yang tiada duanya yang pernah dirasakannya."Goyangkan bontotmu ke kanan dan ke kiri sayang!", bisik Daud sambil tetap menurun-naikkan pantatnya."Eeegh..., yaa..., aakkhh..., oough..", jawab Hanim dengan mendesah. Kini Hanim menggoyangkan bontotnya menuruti perintah ayahnya.

Dirasakannya kenikmatan yang luar biasa pada dinding-dinding pantatnya ketika batang pelir Daud mengaduk-aduk lubang pantatnya."Teee..., russ..., Paak..., eeggh..., nikmat..., ooough..!", erang Hanim. Daud semakin gencar menyodok-nyodok pantat Hanim, semakin cepat pula goyangan bontot Hanim mengimbanginya hingga, "Ouuuughh..., sa.., saya..., nakkk..., keluar.., Paak.."."Tahan..., sebentar..., sayang..., ooouggh..".Daud mulai mengejang, diapun hampir mencapai klimaksmya. "aaGhh...", jerit Hanim sambil menekan pantat Daud dengan kedua kakinya ketika ia mencapai puncak kenikmatannya. Bersamaan dengan tekanan kaki Hanim Daud menyodokkan pelirnya sedalam-dalamnya sambil menggeram kenikmatan, "Eeegghh..., Ooouugh..". "Creeeet..., creeet..., creeeeeeeet..". Mengalirlah air mani Daud membasahi lubang pantat Hanim yang sudah dibanjiri oleh air mani Hanim. Merekapun mencapai puncak kenikmatannya. Keduanya terkulai lemas tak berdaya dalam kenikmatan yang luar biasa dengan posisi tubuh Daud masih menindih Hanim dan batang pelirnya masih menancap dalam lubang pantat Hanim.

Enam bulan kemudian, Hanim dan Liza meninggalkan kota kecilnya. Mereka ikut Jalil ke Kuala Lumpur. Jalil belum lama mereka kenal, tetapi mereka tidak peduli, mereka menginginkan hidup lebih baik ketimbang di kota kecilnya sendiri. Mereka tahu nasib apa yang bakal mereka terima di Kuala Lumpur nanti, diserahkan pada seorang germo yang namanya Tante Yeyet. Mereka pergi ikut Jalil tanpa sepengetahuan orang tua mereka masing-masing. Jalil menunggu mereka di stasion kereta api. Dari sanalah baru mereka bersama-sama menuju Kuala Lumpur. Liza berani ikut dengan Jalil ke Kuala Lumpur karena dia juga sudah tidak perawan lagi. Bukit pantatnya sudah ditoblos oleh Pandy. Pandy adalah pemuda yang sangat berpengalaman dengan wanita. Pandy pandai merayu.

Dan Hanim pun tergelincir dalam rayuannya dan berhasil digagahi Pandy, ia merupakan orang kedua yang pernah merasakan nikmatnya pantat Hanim selain ayah tiri Hanim.Sementara kereta berjalan dengan pesatnya. Dalam perjalanan mereka di malam hari yang selama delapan jam dalam kereta api, Jalil tidak dapat menahan hawa nafsunya berjalan dengan dua orang gadis cantik yang menggoda. Dengan sedikit memaksa Jalil mencoba untuk menggauli mereka. Pada waktu itu keadaan kereta yang mereka tumpangi tidak terlalu banyak penumpangnya sehingga banyaklah kursi yang kosong. Kebetulan deretan bangku di depan mereka kosong. Waktu itu lampu penerang gerbong sudah dipadamkan tinggal lampu remang-remang saja yang masih menyala menerangi keadaan gerbong yang mereka tumpangi."Kalian tentunya sudah berpengalaman dengan laki-laki?", tanya Jalil memulai pembicaraan."Belum Bang", jawab Liza dengan malu-malu."Sudah berapa kali kamu merasakannya, Liza?", tanyanya sambil memegang paha Liza yang hanya mengenakan rok mini dari bahan yang tipis.
"Merasakan apa, Bang?", tanya Liza berpura-pura tak mengerti."Merasakan hangatnya batang peler pemuda memasuki lubang pantatmu", jawab Jalil dengan terus terang."Saya, saya baru merasakannya sekali Bang", jawab Liza sambil menunduk."Tidak usah malu, apakah kamu menikmatinya?", Jalil mulai menebar jaringnya. Liza hanya mengangguk tanpa berkata apapun."Sedangkan kamu sudah berapakali kecoblos Hanim?", mengalihkan pertanyaanya pada Hanim."Dua kali, Bang", jawabnya singkat."Syukurlah, jadi kalian sudah punya pengalaman". Dia berhenti untuk menghisap rokoknya lalu mematikan rokok itu."Tapi aku perlu untuk mengetahui sampai di mana kemampuan kalian", sambungnya sambil menghadap ke arah Liza."Bagaimana caranya Bang?"."Dengan mencobanya langsung", jawabnya tegas."Mencoba langsung, di mana Bang?".
"Di sini saja, toh semua penumpang sudah tidur"."Tetapi.."."Tenang saja biar Bang yang mengaturnya", potong Jalil sambil merangkul tubuh Liza yang ada di sebelah kanannya, lalu ia mulai menciumi bibir Liza. Liza terpaksa melayaninya demi lancarnya perjalanan mereka ke Kuala Lumpur. Setelah beberapa saat lidah mereka saling berpilin, tangan Jalil mulai beraksi menyelinap, meremas payudara Liza melalui bagian bawah kaos ketat yang dikenakan Liza. Liza menggelinjang menikmati sentuhan tangan Jalil yang sangat lincah meremas payudaranya, apalagi bibir Jalil yang menggerayangi lehernya.Semakin ganas Jalil menikmati bukit indah milik Liza yang putih mulus itu setelah mengangkat kaos, dan melepas beha Liza. Sedangkan Hanim hanya menatap mereka dengan kosong. Tiba-tiba tangan Jalil yang satu meraih tangan Hanim. Tanpa perlawanan tangan itu ditaruh di atas batang pelirnya yang masih dalam celana. Hanim mengerti maksud Jalil, dengan segan-segan dibukanya ikat pinggang Jalil lalu diturunkan ritsluitingnya, dikeluarkannya pelir yang sudah digenggamnya dari celana dalamnya. "mmhh...", desah Jalil menikmati remasan tangan halus Hanim pada batang pelirnya.

Sementara tangan kanan yang bebas menjelajah ke dalam rok mini Liza, jari tangan kanannya dengan lincahnya mencoba melepaskan celana dalam yang dikenakan Liza.Liza mengangkat pantatnya untuk memudahkan Jalil melepaskan penutup belahan pantatnya, Liza mengangkat satu kakinya untuk melepaskan celana dalamnya yang melorot sampai di mata kaki, bersamaan dengan itu itu jari-jari Jalil menerobos bibir pantatnya, lalu mempermainkan kelentit yang ada di dalamnya. Liza gelagapan menahan nikmat yang dirasakannya pada kelentitnya yang dipilin jari-jari Jalil, serta gigitan-gigitan lembut pada puting susu kanannya serta belaian-belaian yang diselingi remasan nikmat pada buah dadanya yang kiri. Sementara Hanim tidak lagi meremas batang pelir Jalil, tetapi dia menggocok batang pelir itu dengan lembut. Pergumulan segitiga itu berjalan cukup lama hingga Jalil tak dapat lagi menahan nafsunya. "Pindahlah kamu ke bangku itu!" perintahnya pada Liza sambil menunjuk tempat duduk di seberang tempat duduk mereka.Liza mengikuti perintah Jalil, dia duduk menyadar di tempat yang ditunjuk Jalil.

Lalu Jalil berdiri menghadap Liza dengan batang pelirnya yang panjang besar dan hitam menunjuk ke arah Liza, ditariknya kaki Liza hingga posisi gadis itu setengah rebah menyandar, lalu dikangkangkannya paha Liza hingga tampak olehnya belahan indah yang dihiasi bulu-bulu lebat dengan bagian dalam yang merah merona, lalu diarahkannya kepala pelirnya yang merah mengkilap memasuki lubang pantat Liza. "Ssssshh..., aahh..", desah gadis itu ketika dengan agak susah kepala pelir itu memasuki lubang pantatnya. Jalil sendiri merasakan nikmat luar biasa ketika kepala pelirnya terjepit oleh bibir-bibir pantat Liza yang sempit, hingga ia tak melanjutkan gerakan mendorongnya untuk menikmati pijitan bibir pantat itu di kepala pelirnya. Sedangkan Hanim hanya menyaksikan adegan itu dengan dada bergetar menghayalkan hal itu terjadi pada dirinya.Setelah terhenti beberapa kejap, dengan pasti Jalil melanjutkan dorongan pantatnya hingga, "Blueess...". Seluruh batang pelirnya amblas memasuki pantat Liza.

Sedangkan Liza mengerang tertahan merasakan betapa batang pelir Jalil yang besar menyumpal di dalam lorong pantatnya, membuat nafasnya terburu nafsu. Kenikmatan itu bertambah ketika Jalil menarik keluar batang pelirnya hingga menimbulkan gesekan yang mengguncang seluruh tubuh Liza. Jalil memepercepat gerakan pantatnya mengeluar-masukkan pelirnya hingga tubuh Liza terhentak-hentak kenikmatan, merasakan betapa dahsyatnya pelir Jalil yang besar itu mengobrak-abrik lubang pantatnya hingga membuatnya melenguh-lenguh nikmat."Ouuugh..., eeeghh..., te..ruuus.., oobang..., jaa..ngan..., berhenti.", desah Liza tertahan menikmati tarian pelir Jalil dalam lubang pantatnya yang semakin basah dan licin hingga mengelurkan suara decak pelan.
Semakin lama gerakan Jalil semakin gencar, dan remasannya pada payudara Liza semakin gemas, ditambah dengan gerakan bontot Liza yang membuat batang pelir Jalil seret keluar masuk, membuat keduanya tak dapat bertahan lebih lama lagi, hingga.., "Aah..., ahh..., essst..., esssst..", desah Jalil sambil menggerakkan pantatnya dengan cepat."Ouuugh..., eessstt..., eeengh..., aakh..., aakuu.., ti.., tidak.., taahaan.., laagi..., bang..", erang Liza hampir mencapai puncak orgasmenya. "Tung..guu.., sayang..., aakku..., juuggaa..., mmau.., ngecret..!", ucap Jalil terputus-putus sambil menancapkan batang pelirnya sedalam-dalamnya ke dalam pantat Liza. "aakuuu..., kee..keeluar.., Oobang.."."Akuuu..., juuggaa..., aaghh..", dan, "Creeet.., creeet.., crettt.", tersemburlah cairan nikmat dari batang pelir Jalil ke dalam pantat Liza.Keduanya saling berangkulan mencapai puncak kenikmatan bersama-sama, cairan kental membanjiri pantat Liza dan membasahi pelir Jalil. Sementara ketika Jalil dan Liza bertarung, Hanim begitu terangsang melihat permainan mereka hingga tanpa sadar tangannya meremas buah dadanya dan mengelus-elus bibir pantatnya dan mendesah-desah seorang diri, karena dibakar hawa nafsunya sendiri.
Jalil dan Liza sama-sama terkulai setelah keduanya mencapai puncak kenikmatan, sedangkan Hanim merasakan denyutan-denyutan dalam liang pantatnya merindukan sentuhan pelir lelaki di dinding-dindingnya, semakin ia menahan gejolak nafsu itu semakin menggejolak nafsu itu dalam dadanya, akhirnya ia tak kuasa menahan diri, Hanim bangkit dari duduknya lalu berlutut di hadapan selangkangan Jalil yang bersandar memejamkan mata di bangku sebelahnya, ditatapnya pelir Jalil yang menggantung lunglai, dibelainya pelir yang besar itu, walaupun belum tegak berdiri. Semakin lama belaiannya semakin menggebu lalu diremasnya pelir yang mulai bangun perlahan-lahan karena remasan-remasan jemari lentik Hanim.Jalil membuka matanya karena merasakan kegelian yang nikmat pada batang pelirnya, dibiarkannya beberapa saat Hanim yang belum tahu bahwa Jalil sudah terjaga, membelai dan meremas batang pelirnya, Jalil berkata perlahan."Kau menginginkannya?"."I.., iya Bang aa.., aku menginginkan burungmu", jawab Hanim dikuasai oleh nafsunya.

Lalu Jalil memegang bahu Hanim lalu mengangkatnya berdiri, ia menatap gadis di hadapannya, ia tahu bahwa Hanim telah dikuasai oleh nafsunya, mulailah Jalil membelai tubuh Hanim yang mengenakan gaun terusan tanpa lengan yang begitu minim. Tangannya meraba mulai dari bagian paha yang tak tertutup oleh terusan yang pendek itu, terus merambat menuju pada sepasang paha yang mulus itu sambil terus berdiri hingga pakaian Hanim tertarik mengikuti gerakan berdiri Jalil, hingga Jalil berhasil melepaskan pakaian itu dari tubuh yang kini hanya mengenakan beha dan celana dalam. Kembali Jalil membelai tubuh itu dari atas ke bawah sambil bergerak duduk.Setelah posisinya duduk berhadapan dengan selangkangan Hanim yang hanya mengenakan celana dalam, tangannya bergerak melepas celana dalam itu hingga terpampanglah gumpalan bulu-bulu halus terhampar menghiasi sekitar bibir pantat yang begitu ranum dan menebarkan aroma yang menggairahkan hingga membuat darah Jalil menggelegar dan nafsunya mulai menanjak.

Dengan kedua tangannya Jalil merengkuh bungkahan pantat Hanim yang padat ke arah wajahnya, lalu dengan rakusnya Jalil melumat bibir pantat Hanim dengan penuh nafsu. Hanim mendesah kenikmatan sambil membelai rambut Jalil yang tengah melumat pantatnya."Ooouugh..., Oobangm..., lakukanlah.., Obang.., aa.., aku..., dah ti..daak.., taahhan..., lagi..!".Jalil hanya tersenyum dan menjawab dengan perlahan, "Baiklah. Sekarang naiklah ke pangkuanku", suruh Jalil pada Hanim. Hanim mengikuti perintah Jalil, dengan cepat ia duduk di pangkuan Jalil. Pelir Jalil yang tegak menghadap ke atas meleset miring diduduki oleh Hanim. Jalil berkata, "Bukan begitu caranya, sekarang berdirilah dengan lutut di atas bangku mengangkangi burungku!", ajar Jalil pada Hanim. Kini Hanim mengangkangi Jalil yang duduk bersandar dengan pelir tegak ke atas mengarah tepat pada bibir pantat Hanim. Kembali Jalil memberikan instruksi kepada Hanim, "Kini genggamlah burungku!". Hanim menggenggam pelir Jalil. "Arahkan ke lubang memekmu!", Kembali Hanim menuruti perintah Jalil tanpa berkata apapun.

"Turunkan pantatmu lalu masukkan burungku dalam lubang memekmu perlahan-lahan!".Hanim mengerjakan semua perintah Jalil hingga..., "Sleeep....", Kepala pelir Jalil yang besar itu menyelinap di antara dua bibir pantat Hanim yang langsung menjepit kepala pelir itu dengan ketat. Hanim mendesah kenikmatan, "Oough...". Dipegangnya bahu Jalil yang sedang merem-melek menikmati jepitan sepasang bibir pantat Hanim yang kenyal dan sempit. Dengan suara terputus-putus kenikmatan Jalil berkata, "Yaakh..., begitu, sekarang turunkan pantatmu agar burungku dapat masuk lebih dalam!", Hanim menghempaskan tubuhnya ke bawah, dirasakannya betapa pelir Jalil yang besar dan panjang itu menerobos ke dalam liang pantatnya yang terdalam, yang belum pernah tersentuh oleh benda apapun karena pelir Jalil adalah pelir paling besar dan panjang yang pernah menerobos lubang pantatnya, dan itu memberikan kenikmatan yang belum pernah dirasakan Hanim sebelumnya. Jalil sendiri mengejang menikmati gesekan seret dari dinding pantat Hanim yang seakan mengurut pelirnya dengan kenikmatan yang luar biasa.

Dirangkulnya tubuh Hanim untuk melampiaskan getaran kenikmatan yang dirasakannya. Sejenak keduanya terdiam tidak melakukan gerakan apapun karena tenggelam dalam kenikmatan yang tiada taranya. Hanya getaran-getaran kereta api yang bergelombang membuat mereka melayang dalam arus kenikmatan bercinta.Akhirnya kesunyian itu dipecahkan oleh suara Jalil yang lebih mirip desahan."Sekarang bergeraklah hurun naik agar lebih nikmat sayang!". "Eest.., baikh.., Bang..", jawab Hanim sambil mulai mengangkat tubuhnya, terasa olehnya betap hangatnya gesekan kulit pelir Jalil di dalam liang pantatnya, lalu dihempaskan lagi tubuhnya ke bawah membenamkan pelir Jalil kembali dalam pelukan dinding pantatnya yang berdenyut kenikmatan. Hal itu dilakukan Hanim berulang kali seiring dengan getaran kereta yang menambah nikmatnya persetubuhan mereka, kian lama gerakan Hanim semakin gencar menurun-naikan pantatnya. Sedang Jalil tidak hanya diam saja, ia mengiringi gerakan pantat Hanim dengan menaikkan pantatnya bila Hanim menghentakkan pantatnya membenamkan pelir Jalil.

Hanim mendesah-desah menikmati permainanan yang hebat itu."Eeeghh..., niikhmat..., sekhali..., Bang..""Yaakh..., memang.., nikhmat memekmu ini Hanim..., oouggh.."."Oobangm..., hisaplah susuku ini agar lebikh nikhmat Bang.." pinta Hanim, sambil menarik kepala Jalil ke arah dadanya yang dibusungkan menantang itu. Segera saja Jalil melepaskan satu-satunya pakaian yang masih melekat di tubuh Hanim, menggelembunglah payudara yang kenyal menegang setelah Jalil menarik lepas penutup benda indah itu. Mulailah Jalil menjilati puting susu Hanim yang merah menantang itu, tidak hanya sampai di situ saja, Jalil menghisap rakus buah dada yang benar-benar ranum itu kiri dan kanan sedangkan kedua tangannya meremas buah pantat Hanim yang padat berisi dan membantunya turun naik menenggelamkan pelirnya.

Semakin lama gerakan keduanya samakin menggila desahan-desahan tak henti-hentinya keluar dari sepasang insan itu."Oooooogh..., oough..., akhh..., ahh...", desahan Hanim menikmati tarian pelir Jalil yang perkasa di dalam lubang pantatnya yang semakin licin dan basah. Cukup lama mereka berpacu dalam mengejar kenikmatan sehingga, "Eeeeest..., Ooough..., lebihh..., ceepat lagi..., Sayaang.., aku maau keeeluaar..!"."Yaakhh..., aku..., juga..,. sudahh..., tidak.., taahaan.., laagi..., Oooobangm".Hentakan pantat mereka semakin cepat terbawa nafsu yang seakan meledakkan dada mereka hingga, "Ooough..., Akuu..., keluaar..., sayang..""Akhuu.., aakhh..."."Creeet.., creet.., creettt..", Keduanya saling berangkulan dengan erat menikmati puncak permainan mereka yang sungguh hebat. Hanim berdiri mengeluarkan pelir yang besar itu dari lubang pantatnya lalu berpakaian dan kembali lunglai di bangkunya menyusul Liza yang sudah terlelap. Sedang Jalil menatap kedua gadis bergantian lalu dia berpakaian dan kembali memejamkan matanya. Semuanya sunyi dan tenang. Tak ada lagi erangan-erangan atau desahan. mereka tertidur dengan penuh kepuasan

0 comments:

Post a Comment